Pendeta Socrates Sofyan Yoman di kantornya.(akrockefeller.com) |
Oktober 2011. Penasihat khusus Sekretearis Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa Bidang Pencegahan Pemusnahan Etnis mengajak Pendeta
Socrates Sofyan Yoman, tokoh agama di Papua, berbicara di ruang
tertutup. Ia ingin tahu situasi terakhir di Bumi Cenderawasih itu
“Saya ditanya bagaimana kalau referndum digelar di Papua, bagaimana dengan pendatang?” kata Socrates saat dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya, Senin lalu. Dengan yakin, ia menjawab sudah pasti Papua merdeka. Ia menyatakan hanya orang asli Papua berhak menentukan nasib mereka bukan kaum dari daerah lain.
Sayangnya, Socrates lupa nama pejabat PBB itu. Ia cuma menegaskan dilarang berbicara soal isi pertemuan karena sangat rahasia.
Persoalan Papua mulai kembali mendapat sorotan internasional setelah
Mei lalu sidang Dewan Hak Asasi PBB di Jenewa, Swiss, menilai ada
pelanggaran hak asasi di sana. Saat itu, ada 14 negara, termasuk Amerika
Serikat, Inggris, Prancis, Kanada, Jepang, dan Meksiko, menyuarakan
soal itu.
Menurut Socrates, pemerintah Amerika juga sudah menyerukan agar
Jakarta segera menggelar dialog menyeluruh dengan tokoh-tokoh Papua.. Ia
menyayangkan pemerintah pusat selama ini hanya mengedepankan
pembangunan dan sisi ekonomi, namun tidak memperhatikan martabat rakyat
Papua. “Bagaimana mau dialog kalau semua harus dalam kerangka NKRI
(Negara kesatuan Republik Indonesia). Hanya orang bodoh saja mau percaya
itu,” ia menegaskan.
Sebab itu, ia meminta Jakarta membahas seluruh agenda terkait Papua
karena krisis di sana sangat rumit. Ia juga mensyaratkan Amerika bersama
Belanda, dan PBB juga harus hadir. “Papua dari awal merupakan
konspirasi internasional antara Amerika, belanda, dan PBB.”
Dihubungi secara terpisah kemarin, utusan khusus Presiden buat Papua,
Farid Hussein, mengakui butuh waktu lama untuk menyelesaikan konflik
Papua. “Di Aceh saja saya butuh dua tahun,” ujarnya. Untuk itu, ia
menegaskan tidak boleh ada pihak asing terlibat dalam penyelesaian
masalah Papua.
Sejauh ini, Farid dan Socrates membantah ada keterlibatan negara lain
dalam konflik Papua. “Tidak ada LSM asing. Nggak mungkin berani, bisa
habis mereka,” Farid menegaskan.
Kalau memang penyelesaian itu terjadi, Socrates mengisyaratkan rakyat
Papua tetap ingin melepaskan diri dari Indonesia. “Ideologi itu sudah
lama dan tidak bisa dihapus,” katanya. Namun ia menolak menyatakan
dirinya menganut ideologi Papua merdeka. “Saya hanya penyambung lidah
umat.”
Boleh jadi, pernyataan Socrates itu benar. Seorang sumber merdeka.com paham situasi di Papua menegaskan, “Kalau referendum digelar sekarang, 99 persen Papua merdeka.”
Posting Komentar